gravatar

Lilin, Menerangi Dunia Sejak Zaman Primitif

KALAU sobat ulang tahun, biasanya tiup apa? Pas! Tiup lilin! Namun, sebenarnya sih manfaat lilin itu bukan cuma untuk ulang tahun. Kalau listrik lagi byar pet, kita tentu butuh lilin untuk penerangan. Malahan, sebelum listrik digunakan tahun 900-an, lilin merupakan sumber penerangan utama. Setelah ada pabrik lampu, ternyata peran lilin tidak juga merosot. Bahkan, lilin sering digunakan sebagai pelengkap dekorasi tata ruang atau berbagai upacara keagamaan.

Lilin termasuk temuan paling awal dari dunia primitif. Sejarah mencatat bahwa orang Mesir sudah menggunakan lilin sejak tahun 3000 SM. Catatan lainnya memperlihatkan bahwa pada abad I, orang-orang Romawi menggunakan lilin yang sumbunya berupa alang-alang.

Di abad berikutnya, orang-orang Mesir kuno mengganti batang alang-alang dengan sumbu serat yang dicelupkan ke dalam lemak cair, didinginkan, dan kembali dicelup sampai ketebalan tertentu. Diduga, lilin langsing itulah nenek moyang lilin batangan modern seperti yang ada sekarang ini.

Namun, lilin di zaman itu belum sesempurna sekarang. Sering, ketika dinyalakan lilin mengeluarkan asap kehitaman. Atau, kerap juga mengeluarkan semacam gas dan aroma tak sedap yang membuat mata jadi pedih.

Biasanya, lilin terbuat dari malam, lemak padat, atau materi lain yang terbakar secara lambat. Saat terbakar, panas api akan mencairkan lilin dekat pangkal sumbu. Di abad pertengahan, lilin lemak banyak digunakan masyarakat Eropa. Namun harganya yang lebih mahal dibandingkan lampu lemak, menjadikan lilin sebagai benda mewah. Tak heran, saat itu pengguna lilin hanyalah kaum bangsawan.

Penelitian tentang lilin terus berlanjut, hingga lemak bersumbu digantikan lilin dari malam lebah yang beraroma wangi tanpa disertai bau lemak. Puncaknya, pada abad XIX, ahli kimia Prancis, Michel Eygene Chevreul, berhasil memisahkan asam lemak dari gliserin lemak sehingga menghasilkan asam stearat, bahan penting untuk menghasilkan lilin bermutu baik. Stearat bersama dua bahan yang ditemukan selanjutnya, yaitu spermaceti dan malam parafin, menjadi bahan baku utama lilin.

Spermaceti terbuat dari lemak ikan paus. Kelebihan spermaceti adalah tidak menimbulkan bau pedas dan rasa pedih di mata saat lilin menyala. selain itu, batang lilinnya tidak mudah lembek dan bengkok.

Selama perkembangannya, ada beberapa cara pembuatan lilin. Mulai dari yang hanya mencelupkan sumbu ke dalam lilin, hingga menggunakan mesin pencetak lilin, yang mulai dikembangkan pada abad XIX. Mesin itu terdiri atas tangki logam yang dipanaskan, kemudian didinginkan bergantian. Cara kerjanya, mula-mula sumbu disusupkan dari dasar cetakan, menembus lilin cair dalam cetakan. Setelah cetakannya dingin dan lilin mengeras, sumbunya dipotong.

Sobat, begitulah cerita soal lilin. Selain batangan putih langsing, kini lilin dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, warna, ukuran, juga berbagai keunikan. Sobat-sobat sering kan menjumpai lilin dalam bentuk gajah, kucing, atau bunga? Nah, buat sobat yang lagi ulang tahun, selamat tiup lilin, deh!*** (Arrigo Hagi R/dari berbagai sumber)***